Pemandangan Gunung Pangrango dari Cijeruk
Menjelajah Bumi

Bertandang ke Cijeruk, Kecamatan yang Diapit Gunung Salak dan Pangrango

Beberapa pekan lalu kami beruntung karena diajak oleh salah seorang kerabat untuk mengunjungi sebuah vila di Cijeruk, Bogor. Nama Cijeruk menurut saya agak asing, karena biasanya jika bepergian ke arah Bogor, kawasan yang sering dihampiri tentu Puncak, Sentul, dan sekitarnya. Sepertinya ini pertama kali saya bepergian ke wilayah ini.

Cijeruk sendiri ternyata adalah nama sebuah kecamatan di Kabupaten Bogor. Jika diakses dari Kota Bogor, teman-teman membutuhkan waktu sekitar 40 – 45 menit dengan kendaraan roda dua atau roda empat untuk menuju kawasan ini. Sedangkan dari Jakarta, perlu waktu kurang lebih 90 menit atau satu jam setengah agar sampai ke Cijeruk. Itu pun jika kita menggunakan kendaraan roda empat dan melewati jalan tol Jagorawi yang disambung dengan tol baru Bocimi (Bogor – Ciawi – Sukabumi) dan keluar di pintu tol Cigombong.

Baca Juga: Tentang Cijeruk dari Referensi Wikipedia

Melalui Jalanan Naik Turun yang Curam

Setelah keluar tol, kita bisa menyusuri Jalan Ciburuy atau Jalan Cisalada yang lebih kecil untuk sampai di lokasi tujuan. Memasuki jalur akses menuju vila, terlihat jalanan yang semakin kecil dengan penerangan seadanya. Kebetulan kami berangkat menuju tempat ini di sore hari. Sehingga saat kami tiba di wilayah Cijeruk, suasana sudah semakin gelap menjemput malam.

Jalur yang menyempit dan hanya cukup mengakomodir satu buah mobil membuat perjalanan kami terasa lebih seru dan mencekam. Bagaimana tidak, walaupun jalanan yang kami lalui sudah diaspal rapi, namun di kanan kiri jalan yang penuh tebing, sungai, dan jurang kecil belum terdapat penghalang atau pembatas. Mobil harus berjalan dengan ekstra hati-hati, terlebih lagi kami belum ada pengalaman melalui jalur tersebut.

Kontur jalan yang berundak-undak dan cukup terjal membuat kendaraan kami harus menjelajah naik turun berkali-kali. Belum lagi belokan-belokan tajam dan patah membuat kendaraan harus benar-benar sabar dan waspada agar tak berpapasan dengan kendaraan lain, bahkan motor sekalipun. Kurang lebih 5 kilometer melalui jalur yang cukup menantang, kami pun tiba di vila sekitar pukul 7 malam.

Tiba di Vila Cantik dengan View Lampu-Lampu Kota Bogor

Perasaan lega mulai menyeruak di dalam hati. Selepas pak suami memarkir kendaraan dan menurunkan anak-anak di halaman vila, saya pun baru sempat mengamati suasana di sekitar. Terlihat jelas dua buah gunung besar dari sana. Gunung Salak di bagian barat dan Gunung Pangrango di bagian Timur. Indah sekali!

Tak hanya itu, vila yang kami singgahi ini ternyata terletak begitu dekat dengan sungai kecil yang membelah area persawahan milik warga sekitar. Hamparan sawah dan kebun mengelilingi kami. Duh, tak sabar rasanya mengajak anak-anak berjalan mengelilingi sekitar vila di pagi hari. Namun berhubung hari sudah semakin larut, maka kami pun menghabiskan waktu dengan makan dan berbincang bersama keluarga besar sebelum lalu beristirahat malam.

Berkemah di Bawah Hamparan Bintang

Salah seorang sepupu kebetulan membawa tenda berkemah untuk tidur malam itu. Ia memang merencanakan jauh-jauh hari ingin memberikan pengalaman baru kepada anak-anaknya yang masih balita untuk tidur di tenda. Anak-anak tentu sangat senang dengan suasana yang berbeda seperti ini.

Berkemah di Cijeruk
Berkemah di Cijeruk (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Tidur di dalam tenda membuat diri terasa begitu dekat dengan alam. Suara-suara jangkrik dan katak bersahut-sahutan terasa dekat dengan telinga. Belum lagi gemericiknya aliran sungai yang menambah syahdu istirahat malam. Bersyukur malam hari cuaca terbilang cerah setelah beberapa jam sebelumnya hujan gerimis terus-menerus menemani perjalanan kami.

Baca Juga: Mendaki Bukit Sikunir di Dieng

Pemandangan lampu-lampu kota terlihat jelas dari arah vila. Susunan titik-titik cahaya sambung menyambung memanjakan mata yang melihatnya. Sebuah panorama langka yang jarang disaksikan para warga kota sepertinya ya.

Menyaksikan Sunrise di Cijeruk

Memasuki waktu fajar, saya dan beberapa orang sepupu telah bangun dan bersiap untuk salat. Walau tubuh masih ingin rebah di atas kasur, sayang rasanya jika nanti kami harus melewatkan sunrise yang dinanti-nanti. Matahari yang menyembul perlahan dari balik Gunung Pangrango terlalu cantik untuk ditinggalkan.

Sunrise di Cijeruk
Sunrise di Cijeruk (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Anak-anak pun mulai terbangun satu per satu. Kami mulai menyusuri halaman vila tempat menginap menuju jalan setapak yang ada di hadapan. Hijaunya sawah sungguh menjadi obat bagi mata-mata yang terlampau sering terpapar gawai hehehe.

Baca Juga: Sunmori ke Kafe Asyik di Gunung Batu Bogor

Anak-anak berlarian ke sana kemari. Sebagian ada yang turun ke area sawah, menyusuri tanah-tanah yang mengkotak-kotakkan deretan padi. Sebagian lainnya semangat mengintip ke arah aliran sungai kecil yang dipenuhi batu-batu kali besar di samping. Setelah cukup puas bermain di halaman sekitar, beberapa orang sepupu pun akhirnya tak sabar untuk mengajak anak-anak mereka turun ke sungai.

Sungai Kecil yang Diam-Diam (Bisa) Menghanyutkan

Bermain di sungai kecil memang salah satu agenda yang sangat ditunggu oleh anak-anak. Mengikuti sepupu-sepupunya, anak-anak pun tak ragu lagi mulai merendamkan kakinya ke aliran sungai yang kala itu setinggi 20 – 30 sentimeter. Batu-batu kali berukuran besar berjajar dan berkelompok di tengah sungai. Tak lupa ikan-ikan kecil dan kepiting yang kadang menampakkan diri membuat anak-anak semakin sibuk bermain dan mengeksplorasi isi sungai tersebut.

Bermain di Sungai
Bermain di Sungai Kecil (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Perlahan-lahan beberapa anak mulai menurunkan badannya dan membasahi diri. Tentu para orang tua juga ikut aktif mengawasi dan berada di dalam aliran sungai bersama anak-anak. Sayang aliran air yang lewat saat itu tak terlampau jernih. Penyebabnya tentu karena cucuran air hujan tadi malam yang cukup mengaduk-aduk isi sungai.

Namun dibalik seru dan asyiknya bermain di sungai, ternyata kami semua tetap harus waspada. Aliran air sungai tak selalu bisa diprediksi. Contohnya di siang hari saat kami mulai berkemas untuk pulang. Debit air yang melalui sungai kecil di samping kami tiba-tiba bertambah tinggi dalam sekejap. Ternyata di hulu atau di puncak Gunung Pangrango mulai hujan.

Arus sungai yang deras dan kuat menyeret apa pun yang ada di dalamnya. Batang-batang bambu, pohon yang terbilang besar pun ikut terbawa. Mencekam rasanya. Tak terbayang jika kami masih bermain-main di sungai tersebut. Mungkin orang dewasa pun tak akan mampu menahan laju arus yang begitu kuat.

Yup, bermain di alam nyatanya sangat memerlukan keahlian dan pengalaman. Jangan pernah lalai dan selalu dengarkan nasihat warga sekitar yang lebih paham dengan asam garam fenomena alam di sana.

Sayuran Segar untuk Oleh-Oleh

Perjalanan kami kali ini pun ditutup dengan membeli sayur mayur langsung dari kebun warga sekitar. Deretan pohon-pohon cabai, terung, kacang panjang menggoda untuk dipetik. Mertua dan beberapa orang sepupu pun mulai sibuk berburu hasil bumi yang dijual oleh penduduk sekitar. Harga yang murah dan kualitas sayur yang segar membuat hati pun semakin riang. Bayangkan, 1 kilogram cabai bisa kami bawa hanya dengan separuh harga dari yang biasa kami dapatkan di rumah. Alhasil, beberapa karung hasil panen pun siap ikut kembali ke Jakarta. Seru memang ya kembali ke pedesaan.

Terima kasih Cijeruk, untuk semua pengalaman yang menyenangkan kemarin. Semoga cantiknya alam di Cijeruk bisa terus terjaga tanpa tergerus oleh perubahan zaman ya.

20 thoughts on “Bertandang ke Cijeruk, Kecamatan yang Diapit Gunung Salak dan Pangrango

  1. Bener banget, kalau berada di alam, engga boleh lalai. Sering banget tuh, tau-tau ada banjir bandang, karena di hulu hujan deras. Jujur, aku engga berani main nyemplung di sungai, walaupun airnya jernih dan sungainya dangkal…wkwkwk. Suka overthingking aja…
    Asyik banget bangun pagi, lihat matahari terbit plus udara yang sejuk banget.

    1. Betul Mbak. Kaget banget rasanya kemarin, sungai yang tadinya cetek bahkan ikan pun kelihatan mata, bisa tiba-tiba berubah jadi mengerikan dalam sekejap. Duh, gak kebayang deras aliran airnya. Batang-batang pohon saja bisa terbawa dengan mudah.

  2. Lokasi asri dan membahagiakan seperti Cijeruk ini harus dijaga kelestarian serta keberadaannya. Supaya anak cucu masih bisa menikmati permainan di alam dengan alam yang sebenarnya. Secara anak jaman sekarang sudah difasilitasi hal serba modern dan hidup di perkotaan ya

    1. Setuju Teh. Inginnya sih anak cucu kelak masih bisa akrab dengan semua yang hijau-hijau seperti ini. Karena bagaimana pun alam adalah penopang kehidupan manusia yang paling utama.

  3. Pemandangannya bagus banget ya. Liat sawah menghampar hijau seperti di foto. Rasanya langsung bisa membayangkan betapa segarnya udara. Apalagi wilayahnya diapit gunung.

  4. MashaAllaaa~
    Seneng banget bisa menikmati keindahan alam dan kerasa banget back to village yaa.. Merasakan bagaimana orang zaman dulu tinggal di lingkungan yang alami dengan semua dikerjakan serba manual. Bagus untuk alam dan bagus untuk kesehatan juga. Menyentuh dan merasakan sensasi air, rumput, udara hingga bertemu berbagai macam hewan yang memang nyaman di habitatnya.

    Ka Shal..
    Kalau toiletnya gimana? Deket ama lokasi tenda-nya?

  5. Masya Allah segernya ya mbak. Aku menikmati ceritanya nih dan bisa bayangin jalanan curam dan perasaan lega setelah sampai di tujuan.

    Duh potonya bikin mupeng

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *