Jalur di Bukit Sikunir
Menjelajah Bumi

Mendaki Bukit Sikunir di Dieng

Mendaki atau trekking di pegunungan menurut saya bukan suatu hal yang mudah. Sangat berat malah. Jalanan tanah berbatu; kaki yang harus selalu memperhatikan kemana akan berpijak; napas yang berat karena semakin tipisnya oksigen di atas; semua menjadi alasan mengapa saya kurang banyak mengeksplorasi daerah pegunungan ketika berwisata. Terlebih lagi sudah beberapa tahun belakangan ini saya jarang berolahraga. Maka ketika pak suami mengajak saya dan anak-anak pergi ke Dieng dan naik ke puncak Bukit Sikunir untuk berburu sunrise, otak saya langsung berpikir keras. Setengah menyerah karena rasanya gak akan mampu hehehe.

Bukit Sikunir, Dieng

Bukit yang satu ini terletak di Jawa Tengah, tepatnya di dataran tinggi Dieng, Wonosobo sekaligus Banjarnegara. Kok bisa? Yes, karena Dieng memang merupakan kawasan yang terdiri dari deretan bukit dan pegunungan, sehingga bentangnya masuk ke dalam dua kabupaten tersebut. Selain itu, Dieng terletak di sebelah barat Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Oh iya, info lengkap tentang Dieng saya dapatkan dari sini ya.

Bertolak dari Jakarta, jalur menuju Dieng dapat ditempuh melalui Utara, yakni via Batang, atau jalur tengah Jawa, yakni via Purwokerto dan Wonosobo. Dan biasanya, jalur kedua inilah yang lebih populer karena jalannya memang sudah lebih bagus, mulus, selain itu juga ramai penduduk. Walau naik turun, tapi rasanya semua kendaraan hampir pasti bisa melaluinya. Berbeda dengan jalur Utara via Batang, jalurnya sangat menantang. Kendaraan yang digunakan harus dipastikan sehat mengingat curam dan berkelok-keloknya jalan yang akan dilalui.

Baca Juga: Roadtrip Jakarta – Dieng via Batang

Bermalam di Kota Dieng

Kami tiba di kota Dieng kurang lebih pukul 16.00 WIB. Suhu di sana saat itu berkisar di 150 Celcius. Di akhir tahun, udara Dieng bisa dikatakan cenderung paling hangat, sehingga rasanya masih terbilang nyaman untuk berjalan-jalan santai di sini. Hanya memang terkadang suasana dingin di sini sering dilengkapi dengan turunnya hujan yang membuat udara sekitar terasa semakin lembab.

Dan jika teman-teman tertarik untuk merasakan sensasi yang lebih, menurut informasi penjaga penginapan kami, datanglah ke Dieng di pertengahan tahun sekitar bulan Juli atau Agustus. Di waktu-waktu ini udara sedang dingin-dinginnya alias mendekati titik beku, 00 Celcius. Bahkan di puncak-puncak bukitnya, terkadang kita bisa menemukan embun-embun yang beku persis seperti salju.

Persiapan Berburu Sunrise di Bukit Sikunir

Berdasarkan arahan Pak Suami, untuk dapat memandangi cantiknya sunrise, maka kami harus berangkat menuju Bukit Sikunir sekitar pukul 03.30 WIB. Perjalanan dari penginapan kami ke sana kurang lebih menempuh waktu sekitar 30 menit. Dan idealnya jika kami langsung berangkat ke puncak bukit, maka sebelum jam 5 pagi, kami sudah akan sampai di lokasi.

Sayangnya, di petualangan kali ini kami sedikit kesiangan. Kami baru beranjak pukul 04.30 WIB dengan pertimbangan kami bisa sholat Subuh dahulu dengan nyaman di penginapan. Walau sebenarnya di Bukit Sikunir sendiri juga disediakan fasilitas musholla untuk sholat.

Toilet di kaki bukit, sebelum jalur pendakian.
Salah satu toilet di kaki Bukit Sikunir (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Sebelum berangkat, kami memastikan semua perlengkapan sudah sesuai. Jaket tebal, sarung tangan, kaos kaki, dan sepatu yang nyaman untuk berjalan di bebatuan pun jadi barang wajib untuk trekking kali ini. Dan satu hal lagi yang membuat saya merasa bersyukur adalah pagi itu anak-anak bangun dari tidur dengan semangat dan tanpa drama hehehe.

Menuju Bukit Sikunir

Perjalanan dari penginapan ke Bukit Sikunir cukup menarik. Minimnya penerangan sepanjang jalan harus membuat Pak Suami berhati-hati mengendarai kendaraan. Di kanan dan kiri jalan hanya terlihat pepohonan atau terkadang satu dua rumah dengan lampu yang menyala remang-remang.

Tiba di kaki bukit, ternyata kami disambut dengan area pemukiman yang cukup ramai. Memasuki gerbang area pemukiman tersebut, ada petugas yang menarik retribusi sebesar Rp 10.000 untuk kendaraan roda empat dan Rp 10.000 untuk setiap orangnya. Dari sana, kami lalu berkendara sekitar 1 atau 2 kilometer menuju tempat parkir kendaraan bermotor. Beberapa ruas jalan nampak sedang dalam perbaikan, sehingga pengunjung harus lebih berhati-hati berkendara.

Jalur Pendakian yang Cukup Nyaman sekaligus Menantang

Setelah memarkir kendaraan, kami bergegas masuk ke jalur pendakian. Ternyata trek di awal pendakian terbilang nyaman. Kami disambut dengan ruas jalan dengan alas konblok terlebih dahulu. Di kanan kiri jalan teman-teman akan melihat banyak warung makanan dan toko penjual oleh-oleh. Selain itu, beberapa toilet umum pun tersedia di sini.

Kurang lebih 100 meter dari jalur masuk, maka selanjutnya kami sudah mulai harus menjajaki tangga-tangga batu yang tinggi dan cukup menantang bagi saya. Sesungguhnya jarak dari bawah ke puncak Bukit Sikunir tak terlalu jauh. Hanya berkisar 300 meter. Namun dengan kontur jalanan yang menanjak, maka energi pun cukup terkuras.

Pada bagian kanan dan kiri jalan terinstal pengaman yang terbuat dari besi untuk memudahkan pengunjung yang akan naik dan turun. Sayangnya, beberapa ruas besi ini ada yang sudah hilang atau lepas dari tiangnya. Membuat kami harus tetap awas memandang ke jalur dan tangga tempat kami berpijak.

Penampakan jalur pendakian Bukit Sikunir (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Pos-Pos Pendakian untuk Beristirahat

Lima belas menit berlalu, suasana di sekitar kini mulai terlihat lebih terang dan menandakan matahari sudah bersinar. Kami sepertinya memang kehilangan momen untuk dapat menyaksikan cantiknya surya yang timbul dari balik pegunungan sekitar di pagi itu. Selang beberapa puluh meter, kami lalu bertemu dengan sebuah pos untuk beristirahat. Namun karena merasa masih mampu, maka kami pun mencoba lanjut tanpa singgah di pos tersebut.

Napas yang terengah-engah dan pemandangan tangga batu yang belum nampak ujungnya membuat saya sedikit kewalahan. Ditemani anak sulung, maka saya memutuskan untuk berjalan perlahan-lahan semampu saya saja sambil menikmati udara segar di pagi hari.

Mendaki Bukit Sikunir
Menuju puncak bukit (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Lepas 20 menit, kami pun kemudian dipertemukan kembali dengan pos perhentian yang kedua. Melihat asri dan indahnya di titik ini, kami pun menyempatkan diri beristirahat sambil memandang takjub ke berbagai sisi. Ke arah mana pun kami memandang, tampak panorama yang jarang kami temui di kota-kota besar. Puncak-puncak gunung terukir sempurna di hadapan mata. MasyaAllah.

Memandang Gunung di sekitar dataran tinggi Dieng.
Suasana dari Pos 2 di Bukit Sikunir (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Kabut di Puncak

Masih terus penasaran dengan apa yang akan kami temukan di puncak Bukit Sikunir, kami pun meneruskan langkah. Kami kembali menyusuri tangga-tangga curam menuju ke atas. Jarak antara pos 2 dan pos 3 kali ini tak terlalu jauh. Dengan sedikit ekstra usaha, kami akhirnya sampai ke puncak Sikunir.

Sangat disayangkan ketika di atas ternyata suasana dipenuhi kabut. Kami pun cukup berpuas diri memandangi keramaian di tengah kabut. Sekelebat lingkaran berwarna keemasan terlihat dekat. Tampaknya sang surya masih terus sibuk memanjat naik ke langit. Perasaan puas dan bahagia pun hadir.

Suasana di Puncak Bukit Sikunir saat berkabut.
Ramainya Puncak Bukit Sikunir (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Tak terasa hampir setengah jam kami menikmati puncak Bukit Sikunir. Anak-anak pun mulai merasa jenuh karena di sekeliling kami hanya terlihat semburat-semburat berwarna putih akibat kabut. Kami segera memutuskan turun untuk sekadar sarapan di kaki Bukit Sikunir.

Jalur di Bukit Sikunir
Menuruni Bukit Sikunir

Proses turun dari atas ke kaki bukit ternyata tak semelelahkan ketika memanjat. Namun tentu kehati-hatian sangat diperlukan di sini. Mengingat jalanan yang berbatu, cukup lembab, dan licin.

Setelah sampai di kaki bukit, kami pun bisa sedikit bernafas lega. Aneka masakan lezat terhampar di etalase-etalase kecil milik para pedagang yang berjajar rapi di pinggir jalan. Kami pun bergegas memesan aneka sosis dan otak-otak bakar, kentang Dieng yang lezat, serta beberapa gelas wedang jahe dan cokelat panas untuk menghangatkan tubuh.

Sekian sedikit catatan perjalanan kami sekeluarga di Bukit Sikunir, Dieng.

24 thoughts on “Mendaki Bukit Sikunir di Dieng

  1. Wah, berarti bukit Sikunir ini kids friendly ya Mbak? Jadi bisa mengenalkan anak-anak dengan kegiatan mendaki ya. Bisa melatih diri dalam mengeksplor hal baru dan mengenalkan alam juga.

  2. Aduh kangen Dieng nih jadinya. Terakhir main ke Bukit Sikunir sepuluh tahun lalu. Abis ikut upacara adat cukur rambut gimbal lalu eksplorasi Dieng lainnya. Seru dan beneran dinginnya wuih… Sangat tidak terlupakan

  3. wah happy banget ya mba seger lihatnya, saya terakhir ke sini kayaknya tahun 2017 pas lagi dingin-dinginnya banget, jadi agak mendung-mendung pas ke sana

  4. Naik gunung ini memang perlu tenaga ekstra ya, mbak. Aku kemarin juga sempat ngajak anak-anak ke tahura gitu yang ada bukitnya. Lumayan capek juga pas mau jalan ke air Terjunnya

  5. Udah lama pingin ke Dieng tapi belum kesampaian soalnya cuacanya dingin lumayan ekstrim ya, anakku alergi cuaca dingin jadi sebisa mungkin menghindari lokasi wisata yang suhunya ngak bersahabat padahal aku sering baca artikel tentang Dieng dan Bukit Si Kunir ini, semoga suatu hari bisa ke sana dan melihat sunset dari Bukit Sikunir.

  6. Seru pastinya ya mbak. Aku pernah menulis tentang Sikunir Dieng. Asli dah, jadi pengen banget ke sana. Terasa keindahan ciptaan Tuhan tiada tandingannya. Semoga suatu saat benar-benar terwujud mengijakkan kaki di sana.

  7. Senangnya bisa treking bareng anak-anak ya Mbak. Bisa sekalian menambah bonding juga. Btw, postingan ini juga membuatku teringat kalau aku jarang olahraga, hiks.

  8. Wah, ternyata cukup ramai juga ya Yang mendaki Bukit Sikunir ini Mba. Udah kebayang naik ke atas medannya lumayan. Dingin pastinya ya di puncak Sikunir Dieng tapi viewnya cakep deh.

  9. Duuh jadi envyy pengen bangett ikutan kejar sunrise ke Diengg <3 lovely hihi..
    Salah satu bucket listku juga nih kak ke Dieng, semoga bisa kesanaaa

  10. salah satu tujuan wisata yang masuk listku nih, penasaran dengan pegunungan di Dieng
    kids friendly ya sepertinya kok anak-anak tidak ada kendala untuk mendakinya?

    1. Sebenarnya hanya 30 – 45 menit Mbak. Tapi memang menyusuri tangganya ini cukup menguras energi. Mirip dengan tangga di Puncak Bromo, tetapi di sini bersyukurnya banyak kelokan sehingga kita bisa beristirahat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *